Tuesday, May 24, 2016

ADAB-ADAB MENGUCAPKAN SALAM

Oleh
Syaikh ‘Abdul Hamid bin ‘Abdirrahman as-Suhaibani
1. Apabila bertemu dengan seorang teman, maka cukupkanlah dengan berjabat tangan disertai dengan ucapan salam (assalaamu ‘alaikum warahmatullaahi wa barakaatuh) tanpa berpelukan, kecuali ketika menyambut kedatangannya dari bepergian, karena memeluknya pada saat tersebut sangat dianjurkan. Hal ini berdasarkan hadits Anas bin Malik Radhiyallahu anhu, ia berkata
,
كَانَ أَصْحَابُ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِذَا تَلاَقَوْا تَصَافَحُوْا وَإِذَا قَدِمُوْا مِنْ سَفَرٍ تَعَانَقُوْا.
“Apabila Sahabat-Sahabat Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam saling berjumpa, maka mereka saling berjabat tangan, dan apabila mereka datang dari bepergian, mereka saling berpelukan.” [HR. Ath-Thabrani dalam al-Mu’jamul Ausath no. 97 dan Imam al-Haitsami berkata dalam kitab Majma’uz Zawaa-id VIII/36, “Para perawinya adalah para perawi tsiqah.”]
2. Sangat dianjurkan untuk membaca salam secara sempurna, yaitu dengan mengucapkan, “Assalaamu ‘alaikum warahmatullaahi wa barakaatuhu.” Hal ini berdasarkan hadits ‘Imran bin Hushain Radhiyallahu anhu, ia berkata:
جَاءَ رَجُلٌ إِلَى النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالَ: اَلسَّلاَمُ عَلَيْكُمْ، فَرَدَّ عَلَيْهِ ثُمَّ جَلَسَ فَقَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : عَشْرٌ، ثُمَّ جَاءَ آخَرُ فَقَالَ: اَلسَّلاَمُ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُ اللهِ، فَرَدَّ عَلَيْهِ فَجَلَسَ فَقَالَ: عِشْرُوْنَ، ثُمَّ جَاءَ آخَرُ فَقَالَ: اَلسَّلاَمُ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُ اللهِ وَبَرَكَاتُهُ، فَرَدَّ عَلَيْهِ فَجَلَسَ فَقَالَ ( ثَلاَثُوْنَ ).
“Seorang laki-laki datang kepada Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam dan mengucapkan, ‘Assalaamu‘alaikum.’ Maka dijawab oleh Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam kemudian ia duduk, Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, ‘Sepuluh.’ Kemudian datang pula orang lain (yang kedua) memberi salam, ‘Assalaamu ‘alaikum warahmatullaah.’ Setelah dijawab oleh Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam ia pun duduk, Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, ‘Dua puluh.’ Kemudian datang orang yang lain lagi (ketiga) dan mengucapkan salam: ‘Assalaamu ‘alaikum warahmatullaahi wa barakaatuh.’ Maka, dijawab oleh Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam kemudian ia pun duduk dan Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: ‘Tiga puluh.’” [HR. Al-Bukhari dalam al-Adabul Mufrad no. 986, Abu Dawud no. 5195 dan at-Tirmidzi no. 2689 dan beliau menghasankannya]
3. Tidak disyari’atkan mengucapkan salam dengan lafazh:
اَلسَّلاَمُ عَلَى مَنِ اتَّبَعَ الْهُدَى.
“Semoga keselamatan tercurah hanya kepada orang yang mengikuti petunjuk.” 
Apabila yang diberi salam seorang muslim, karena lafazh salam di atas khusus diperuntukkan selain muslimin sebagaimana dalam surat Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam kepada Raja Hiraclius:
بِسْمِ اللهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيْمِ، مِنْ مُحَمَّدٍ عَبْدِ اللهِ وَرَسُوْلِهِ إِلَى هَرَقْلِ عَظِيْمِ الرُّوْمِ، سَلاَمٌ عَلَى مَنِ اتَّبَعَ الْهُدَى...
“Dengan menyebut Nama Allah Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang, dari Muhammad hamba Allah dan utusannya, kepada Hiraclius penguasa bangsa Romawi, keselamatan bagi orang-orang yang mau mengikuti petunjuk.”
Sedangkan hikmah di balik memberikan salam kepada orang-orang selain Islam dengan lafazh tersebut, kemungkinan (hanya Allah Yang Mahatahu) adalah untuk meluluhkan hati mereka, memberikan rasa aman kepada mereka dengan pengajuan syarat-syarat, yaitu mengikuti petunjuk Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Dan yang demikian itu apabila diucapkan kepada seorang muslim itu berarti telah mencabut haknya sebagai seorang mukmin, karena dia seorang muslim, maka dia adalah orang yang sudah mendapatkan petunjuk, maka tidak diperbolehkan untuk menggunakan lafazh tersebut yang ditujukan kepada saudara sesama muslim.
4. Dilarang mengucapkan salam dengan lafazh:
عَلَيْكَ السَّلاَمُ.
“Semoga keselamatan senantiasa tercurah atasmu.”
Sebagaimana diriwayatkan oleh Abu Tamimah al-Hujaimi dari seorang laki-laki yang berasal dari kaumnya. Dalam riwayat yang lain dikatakan laki-laki itu bernama Abu Jura al-Hujaimi, dia berkata: 
طَلَبْتُ النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَلَمْ أَقْدِرْ عَلَيْهِ فَجَلَسْتُ، فَإِذَا نَفَرٌ هُوَ فِيْهِمْ وَلاَ أَعْرِفُهُ، وَهُوَ يُصْلِحُ بَيْنَهُمْ، فَلَمَّا فَرَغَ قَامَ مَعَهُ بَعْضُهُمْ فَقَالُوْا: يَارَسُوْلَ اللهِ فَلَمَّا رَأَيْتُ ذَلِكَ قُلْتُ: عَلَيْكَ السَّلاَمُ، يَارَسُوْلَ اللهِ، عَلَيْكَ السَّلاَمُ يَا رَسُوْلَ اللهِ، عَلَيْكَ السَّلاَمُ، يَا رَسُوْلَ اللهِ، قَالَ: إِنَّ عَلَيْكَ السَّلاَمُ تَحِيَّةُ الْمَوْتَى، إِنَّ عَلَيْكَ السَّلاَمُ تَحِيَّةُ الْمَوْتَى، إِنَّ عَلَيْكَ السَّلاَمُ تَحِيَّةُ الْمَوْتَى، ثُمَّ أَقْبَلَ عَلَيَّ فَقَالَ: إِذَا لَقِيَ الرَّجُلُ أَخَاهُ الْمُسْلِمَ فَلْيَقُلِ السَّلاَمُ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُ اللهِ، ثُمَّ رَدَّ عَلَيَّ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: وَعَلَيْكَ وَرَحْمَةُ اللهِ، وَعَلَيْكَ وَرَحْمَةُ اللهِ، وَعَلَيْكَ وَرَحْمَةُ اللهِ.
“Aku mencari Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam, namun aku tidak mendapatinya, kemudian aku duduk, tiba-tiba datang sekelompok orang dan beliau ada di an-ara mereka sedang aku tidak mengenalnya, saat itu beliau sedang mendamaikan beberapa dari mereka (yang berselisih). Kemudian setelah selesai ada sebagian dari mereka yang berdiri bersama dengan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam kemudian berkata, ‘Wahai Rasulullah,’ tatkala aku melihat hal tersebut, maka aku katakan: ‘‘Alaikas salaam ya Rasulullah, ‘alaikas salaam ya Rasulullah, ‘alaikas salaam ya Rasulullah (semoga keselamatan senantiasa tercurah atasmu, wahai Rasulullah, 3x). Kemudian Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, ‘Janganlah engkau berkata seperti itu. Sesungguhnya ‘alaikas salaam itu adalah salam kepada orang mati, sesungguhnya ‘alaikas salaam itu adalah salam kepada orang mati, sesungguhnya ‘alaikas salaam itu adalah salam kepada orang mati.’ Kemudian Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam mendekatiku seraya berkata: ‘Apabila seseorang bertemu dengan saudaranya sesama muslim, hendaklah ia mengucapkan ‘Assalaamu ‘alaikum warahmatullaah.’ Kemudian Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam mengajarkan jawabannya kepadaku, seraya bersabda: ‘Wa ‘alaika warahmatullaahi (dan semoga rahmat Allah juga ter-limpah atasmu, 3x).’” [HR. Abu Dawud no. 4084, at-Tirmidzi no. 2721, Ahmad V/63-64, dan yang lainnya. Lafazh hadits ini berdasarkan riwayat at-Tirmidzi]
5. Dibolehkan berdiri untuk memberikan salam sebagai ucapan selamat atau belasungkawa atau berdiri untuk menolong orang yang sudah jompo (lemah) atau berdirinya seorang anak untuk (menghormati) orang tuanya atau seorang isteri kepada suaminya atau sebaliknya, sebagaimana juga berdirinya untuk menyambut orang yang baru datang dari bepergian (safar), juga berdiri seseorang dari majelisnya untuk menyambut orang yang datang pada majelis tersebut. Hal ini berdasarkan dalil-dalil yang berkaitan dengan hal-hal tersebut yang tidak memungkinkan untuk dijabarkan di sini. Dan begitu juga tidak boleh seseorang atau lebih berdiri dalam rangka memberi hormat kepada seseorang yang sedang duduk, sebagaimana kebiasaan para raja atau penguasa bengis lainnya. Namun dikecualikan dalam hal ini apabila berdiri untuk tujuan yang bermanfaat, sebagaimana berdirinya Ma’qil bin Yasar untuk mengangkat ranting dari bongkahan kayu yang ada di atas kepala Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam ketika peristiwa Bai’ah.” [HR. Muslim]
Sedangkan sengaja bangkit berdiri ketika melihat seseorang, seperti ketika orang-orang berada di suatu majelis kemudian datang seseorang lalu mereka berdiri dan memberi salam padanya, pendapat yang kuat dalam hal ini adalah haram hukumnya. Hal ini berdasarkan apa yang diriwayatkan dari Mu’awiyah bahwa dia pernah masuk ke suatu rumah yang di dalamnya terdapat Ibnu Amir dan Ibnuz Zubair. Kemudian Ibnu Amir berdiri sedangkan Ibnuz Zubair tetap duduk. Lalu Mu’awiyah berkata: “Duduklah, sungguh aku telah mendengar Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
مَنْ سَرَّهُ أَنْ يَتَمَثَّلَ لَهُ الْعِبَادُ قِيَامًا فَلْيَتَبَوَّأْ مَقْعَدَهُ مِنَ النَّارِ.
Barangsiapa yang senang jika para hamba Allah berdiri (memberi hormat) kepadanya, maka silakan menempati tempat duduknya di dalam Neraka.’” [HR. Abu Dawud no. 5229, at-Tirmidzi no. 2915, Ahmad IV/93, 100. Lihat Silsilah al-Ahaadiits ash-Shahiihah no. 357]
6. Tidak dibenarkan mencukupkan salam hanya dengan isyarat (lambaian tangan) semata tanpa menyertainya dengan lafazh as-salaamu ‘alaikum, hal ini berdasarkan hadits dari Jabir bin ‘Abdillah Radhiyallahu anhu, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
لاَ تُسَلِّمُوْا تَسْلِيْمَ الْيَهُوْدِ، فَإِنَّ تَسْلِيْمَهُمْ بِالرُّؤُوْسِ وَاْلأَكْفِ وَاْلإِشَارَةِ.
“Janganlah kalian memberikan salam sebagaimana salamnya orang-orang Yahudi, karena sesungguhnya cara Yahudi memberi salam adalah dengan (anggukan) kepala dan lambaian tangan atau dengan isyarat (tertentu).”[HR. At-Tirmidzi no. 2695, dengan sanad hasan. Lihat Silsilah al-Ahaadits ash-Shahiihah no. 2194]
Larangan tersebut dikhususkan bagi orang yang masih sanggup untuk mengucapkan lafazh salam dengan lisannya baik secara hissi maupun syar’i. Namun dibolehkan bagi mereka yang mempunyai kesibukan, sehingga mereka susah atau tercegah untuk menjawab salam, misalnya orang yang sedang shalat, atau orang yang terlihat jauh, atau orang bisu dan begitu pula bentuk salam bagi orang yang tuli.
7. Berusaha sungguh-sungguh untuk menyebarkan salam, dan tidak kikir di dalam melakukannya. Hal ini berdasarkan sabda Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam:
أَوَلاَ أَدُلُّكُمْ عَلَى شَيْءٍ إِذَا فَعَلْتُمُوْهُ تَحَابَبْتُمْ؟ أَفْشُوا السَّلاَمَ بَيْنَكُمْ.
“Maukah aku tunjukkan kepada kalian sesuatu perbuatan apabila kalian lakukan niscaya akan membuat kalian saling mencintai satu sama lain? Sebarkanlah salam di antara kalian (ketika saling bertemu).” [HR. Muslim no. 54, Abu Dawud no. 5193, Ibnu Majah no. 3692 dan Ahmad II/391, 442]
Di dalam hadits di atas, Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam memerintahkan kita untuk menyebarkan salam agar kebaikan dapat tersebar, hati menjadi saling terpaut dan barisan menjadi bersatu.
8. Tidak selayaknya untuk meninggalkan adab-adab dan ucapan salam kepada anak kecil, sebagaimana diriwayatkan dari Anas, bahwa beliau melewati beberapa anak-anak kecil lalu beliau memberi salam kepada mereka dan berkata: “Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam melakukan hal tersebut.” [HR. Al-Bukhari no. 6247, Muslim no. 2168, Abu Dawud no. 5202 dan at-Tirmidzi no. 2696]
Ini merupakan bagian akhlaq beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam yang agung dan adabnya yang mulia, dan ini merupakan pendidikan bagi anak-anak untuk mempelajari sunnah-sunnah dan melatih mereka agar dapat menerapkan adab-adab yang mulia sehingga nantinya tumbuh dewasa sebagai orang yang mempunyai adab yang mulia tersebut.
9. Tidak selayaknya meninggalkan ucapan salam ketika selesai dari suatu majelis. Hal ini berdasarkan sabda Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam:
إِذَا انْتَهَى أَحَدُكُمْ إِلَى الْمَجْلِسِ فَلْيُسَلِّمْ، فَإِنْ بَدَا لَهُ أَنْ يَجْلِسَ فَلْيَجْلِسْ، ثُمَّ إِذَا قَامَ وَالْقَوْمُ جُلُوْسٌ فَلْيُسَلِّمْ، فَلَيْسَتِ اْلأُوْلَى بِأَحَقَّ مِنَ اْلآخِرَةِ.
“Apabila salah seorang di antara kalian sampai pada suatu majelis maka hendaklah ia mengucapkan salam, jika setelah itu hendak duduk maka silakan duduk, lalu apabila ia hendak berdiri meninggalkan majelis sedangkan orang lain masih duduk hendaklah mengucapkan salam, karena saat kedatangan tidak lebih berhak untuk diucapkan salam di dalamnya dari saat kepergian.” [HR. Ahmad dan lainnya, shahih][1]
Tidak selayaknya memulai memberikan salam kepada orang kafir. Hal ini berdasarkan sabda Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam,
لاَ تَبْدَؤُوا الْيَهُوْدَ وَلاَ النَّصَارَى بِالسَّلاَمِ، فَإِذَا لَقِيْتُمْ أَحَدَهُمْ فِيْ طَرِيْقٍ فاَضْطَرُّوْهُ إِلَى أَضْيَقِهِ.
“Janganlah kalian memulai memberikan salam kepada orang Yahudi dan Nasrani, apabila kalian bertemu dengan salah seorang dari mereka di jalan maka paksalah mereka hingga mereka berada di jalan yang sempit.” [HR. Muslim no. 2167, at-Tirmidzi no. 2701 dan Abu Dawud no. 5205]
_______
Footnote
[1]. Lafazh yang lainnya adalah:
إِذَا انْتَهَى أَحَدُكُمْ إِلَى الْمَجْلِسِ فَلْيُسَلِّمْ، فَإِذَا أَرَادَ أَنْ يَقُوْمَ فَلْيُسَلِّمْ، فَلَيْسَتِ اْلأُوْلَى بِأَحَقَّ مِنَ اْلآخِرَةِ.
“Apabila salah seorang di antara kalian sampai pada suatu majelis, hendaklah ia mengucapkan salam. Lalu apabila ia hendak berdiri meninggalkan majelis, maka hendaklah mengucapkan salam, karena saat kedatangan tidak lebih berhak untuk diucapkan salam di dalamnya dari saat kepergian.” [HR. Al-Bukhari dalam al-Adabul 1Mufrad no. 986, Abu Dawud no. 5208, at-Tirmidzi no. 2707, dishahihkan oleh Ibnu Hibban no. 193

Wednesday, May 11, 2016

Tuesday, May 10, 2016

Doa Dhuha










Ya Allah sesungguhnya waktu dhuha itu dhuha-Mu
 Kecantikannya
kecantikan-Mu...
Keindahannya keindahan-Mu 
Kekuatannya
kekuatan-Mu...
Kekuasaannya kekuasaan-Mu 
Perlindungannya perlindungan-Mu... 
Ya Allah
jika rezeki masih di langit, turunkanlah 
Jika di bumi keluarkanlah...
Jika sukar
permudahkanlah 
Jika haram sucikanlah..
Jika jauh dekatkanlah
Berkat waktu dhuha
Kecantikan-Mu 
keindahan-Mu kekuatan-Mu 
kekuasaan-Mu Limpahkan kepadaku segala
yang Engkau telah limpahkan kepada hamba-hamba-Mu yang soleh 

Friday, May 6, 2016

Lama Betul Bersawang

Nantikan,

Kalau ada entry yang baru untuk bacaan kamu.

Tuesday, August 4, 2015

No account Rumah Penyanyang Hembusan Kasturi Klang

Sesungguhnya sebarang derma itu sedekah yang tidak akan menyusutkan rezeki seseorang.



Rumah Penyanyang Hembusan Kasturi Klang
Lot 53958 Jalan Tanjong Shawal Off Jalan Keretapi Lama
Batu 3 Jalan Kapar
42100 Klang Selangor.

No account : MBB  5620 1200 3574



Selamat beramal.

Saturday, August 1, 2015

Laksanakan qurban dan akikah 2015

Klik banner


Jika anda mencari artikel berkaitan perlaksanaan akikah dan korban di sepanjang tahun dan masa, anda boleh melaksanakan peluang tersebut melalui laman web equrban.com di pautan klik. Artikel ini saya petik dari laman sesawang berikut:

Sudah dikenali ramai bahawa syarikat equrban menjalankan tanggungjawab dalam melaksanakan ibadat qurban dan aqiqah selain dari membina modal insan dan ekonomi umat di merata tempat. Atas dasar mengembangkan lagi kesedaran ilmu tentang hukum aqiqah dan qurban maka equrban.com berkongsi ilmu tentang hukum aqiqah yang akan diterangkan dalam beberapa silsilah. Artikel ini adalah bahagian 1 dari silsilah tersebut. Hukum qurban pula akan menyusul kemudian insyaAllah.
Dalam ilmu fiqh (perundangan Islam) aqiqah juga disebut nasikah dan zabihah. Makna aqiqah ialah putus, nasikah pula ialah ibadat dan zabihah pula bermaksud sembelihan. Jika digabung semua makna tersebut ianya bermaksud sembelihan yang dikategorikan sebagai ibadat yang diputuskan urat-urat sembelihan.
Aqiqah ialah suatu ibadat berbentuk penyembelihan binatang tertentu sebagai tanda gembira dan bersyukur kerana kelahiran bayi.
Binatang yang disembelih untuk tujuan tersebut ialah unta, lembu atau kambing tetapi kambing adalah afdal dan lebih bagus.
Bagi anak lelaki disembelih 2 ekor kambing atau 2 bahagian dari lembu atau unta. Bagi anak perempuan pula seekor kambing atau 1 bahagian dari lembu atau unta. Untuk lembu dan unta dibenarkan untuk berkongsi 7 bahagian.
Hukum aqiqah dalam mazhab Asy-Syafi’e adalah sunnat muakkadah iaitu sunat yang hampir kepada wajib. Tanggungjawab aqiqah dikenakan ke atas orang yang wajib memberi nafqah kepada anak yang diaqiqahkan seperti bapa.
Dalil pensyari’atan aqiqah ialah perbuatan Nabi SAW dan juga para sahabat beliau. Antara dalil tersebut ialah hadis yang diriwayatkan oleh al-imam Al-Bukhari dalam kitab Sahihnya:
عن سليمان بن عامر الضَّبِّي – رضي الله عنه – قال: سمعت رسول الله – صلى الله عليه وسلم -، يقول: ” مع الغلام عقيقته، فأهريقوا عنه دماً، وأميطوا عنه الأذى
Yang bermaksud: “bersama anak yang dilahirkan ada aqiqahnya yang perlu dilaksanakan maka sembelihlah bagi pihaknya dan buanglah kotoran rambut dengan mencukur rambut anak itu”.
Waktu untuk menaqiqahkan anak ialah bermula dari sempurnanya kelahiran anak hingga baligh anak tersebut. Jika aqiqah dilakukan sebelum sempurna kelahiran maka ia dianggap sembelihan biasa yang boleh dimakan tetapi bukan aqiqah.
Penyembelihan binatang untuk aqiqah dilaksanakan pada hari ketujuh dari tarikh kelahiran bayi. Tetapi jika tidak dapat dilaksanakan pada hari ketujuh maka boleh juga pada hari yang ke 17 atau 21. Tetapi jika masih tidak dapat laksanakan maka boleh dilakukan pada bila-bila masa yang sesuai dengan kemampuan ibubapa bayi.
Jika telah baligh anak tersebut sedangkan aqiqah untuknya belum disempurnakan maka tuntutan ke atas ayahnya sudah tidak berjalan lagi,  di waktu itu bolehlah si anak melaksanakan aqiqah untuk dirinya sendiri atau boleh juga si ayahnya melaksanakan sebagai melangsaikan apa yang belum dia selesaikan sebelum ini.
Namun begitu, hari yang paling afdhal untuk menjalankan aqiqah ialah pada hari ketujuh kelahiran anak. Contohnya, jika lahir pada 1 haribulan maka aqiqahnya pada 7 haribulan.
Dalil aqiqah pada hari ketujuh ialah hadis yang diriwayatkan ole imam Abu Daud dalam Sunan beliau:
عن سمرة – رضي الله عنه -، قال: قال رسول الله – صلى الله عليه وسلم -: ” الغلام مرتهن بعقيقته، يذبح عنه يوم السابع، ويسمى ويحلق رأسه”.
Maksudnya: “anak yang dilahirkan tergadai dengan aqiqahnya (bakti anak kepada ibubapaya bergantung kepada aqiqah), maka disembelih aqiqahnya pada hari ketujuh dan pada hari itu juga diberi nama dan dicukur kepalanya”.
Sebarang pertanyaan mahupun maklumat lengkap boleh terus ke laman web equban.

Monday, November 10, 2014

KERJA KITA ADALAH STANDARD KITA




KERJA KITA ADALAH STANDARD KITA

Telah menjadi lumrah kehidupan manusia dimana mereka tidak melakukan kerja dengan bersungguh-sungguh apabila melakukan kerja yang bukan menjadi minat mereka.

Namun, satu perkara yang perlu difahami adalah kerja kita mengambarkan “standard”kita.

Sekiranya kita tidak boleh melakukan tugasan yang baik ketika ini, kebarangkalian kita akan melakukan tugasan yang lebih baik pada masa depan adalah amat tipis.

Reputasi kita adalah bermula dengan tugasan ketika ini. Rakan-rakan kita dan bos anda boleh melihat mutu tugasan yang kita berikan.

Sekiranya mereka melihat anda melakukan tugasan seperti melepaskan batuk ditangga, cukup sukar untuk anda memperolehi peluang lebih baik pada masa akan datang.

Banyak kisah yang telah kita dengar mengenai seorang pekerja bermula dari bawah dan terus bergerak maju sehingga tangga yang tertinggi.

Formulanya mudah saja. Lakukan yang terbaik untuk setiap tugasan yang diamanahkan.

Kita akan temui lebih banyak peluang yang lebih baik pada masa hadapan apabila kita melakukan yang terbaik untuk setiap tugasan kita ketika ini.


Di pagi ini, hargailah setiap tugasan yang diberikan dan lakukan yang TERBAIK dan termampu demi menyiapkan tugasan yang diberi!

LinkWithin

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...